- Rabu,24
- 0
- Rabu,24
- 0
Aku bukanlah seseorang yang sempurna bagimu..
Bukan pula yang terbaik di antara yang baik..
Tapi yang pasti aku selalu mengingatmu dalam do’aku..
Semoga Allah menyayangimu selalu,sebagaimana DIA telah menyayangi diriku dengan menghadirkan dirimu dalam kehidupanku..
Tiada kata yang pantas ku ucap selain,Alhamdulillah..
Semoga dirimu tetap istiqamah menjaga hati hingga janji suci itu terucap dari lisan ini,Aamiin..
- Rabu,24
- 0
Menangis adalah sebuah reaksi emosi yang wajar. Umumnya, perempuan
lebih mudah dan lebih sering menangis daripada laki-laki. Masyarakat
umumnya menuntut laki-laki agar kuat dan tegar, salah satu bentuknya
adalah dengan tidak menangis. Jika seorang laki-laki kedapatan sedang
menangis, cibiran dan cemoohan pun akan tertuju padanya. “Kamu itu
laki-laki, jangan nangis seperti perempuan!”
Laki-laki memang
harus kuat, tetapi bukan berarti tak boleh menangis. Menangislah ketika
mengingat Allah.. Menangislah ketika menyesali dosa-dosa yang telah
diperbuat.. Menangislah
Pernah
suatu ketika Rasulullah Saw. menangis sepanjang malam. Apa yang membuat
beliau menangis sepanjang malam? Apakah isteri? Anak keturunan? Harta
benda dan kebun-kebun? Ternyata bukan karena hal-hal duniawi tersebut.
Beliau menangisnya karena dalam shalatnya beliau membaca Al-Qur'an
Surah Al-Ma’idah ayat 118 yang menceritakan doa untuk umatnya, untuk
kita.
Beliau shalat sambil menangis hingga waktu Subuh tiba.
Beliau terus mengulang-ulang ayat tersebut. “Jika Engkau siksa mereka,
sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni
mereka, sesungguhnya Engkau Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”
Kemudian beliau memanjatkan kedua tangan seraya berdoa, “Ya Allah, umatku .. umatku ..”
Lalu beliau menangis tersedu-sedu.
Allah Ta’ala berkata kepada Jibril, “Wahai Jibril, pergi dan temuilah
Muhammad. Tuhanmu Maha Mengetahui. Sekarang tanyakan kepadanya, kenapa
dia menangis?”
Jibril pun menemui Rasulullah Saw. untuk
menanyakan sebab musabab beliau menangis. Rasulullah Saw. berterus
terang kepada Jibril mengenai kekhawatiran beliau pada umat beliau.
Jibril pun melaporkan pengaduan Rasulullah itu kepada Allah.
Allah menjawab, “Sekarang, pergi dan temui Muhammad. Katakan padanya
bahwa Aku meridainya untuk memberikan syafaat kepada umatnya dan Aku
tidak akan berbuat buruk kepadanya (selama tidak menyekutukan Allah).”
(HR. Muslim dan Ath-Thabari)
Rasulullah Saw., manusia mulia
itu, laki-laki agung itu, menangis dalam shalatnya. Menangis memohon
ampunan untuk umatnya, kita. Subhanallah. Sungguh besar cinta Rasulullah
Saw. pada kita. Bagaimana dengan kita? Menangiskah kita ketika
mengingat Allah dan Rasul-Nya?
Rindu kami padamu ya Rasul ...
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّد
Wallahu a'lam bishawab
- Rabu,24
- 0
Pagi itu klinik sangat sibuk. Sekitar jam 9:30 seorang pria berusia
70-an datang untuk membuka jahitan pada luka di ibu-jarinya. Aku
menyiapkan berkasnya dan memintanya menunggu, sebab semua dokter masih
sibuk, mungkin dia baru dapat ditangani setidaknya 1 jam lagi.
Sewaktu menunggu, pria tua itu nampak gelisah, sebentar-sebentar melirik
ke jam tangannya. Aku merasa kasihan. Jadi ketika sedang luang aku
sempatkan untuk memeriksa lukanya, dan nampaknya cukup baik dan kering,
tinggal membuka jahitan dan memasang perban baru. Pekerjaan yang tidak
terlalu sulit, sehingga atas persetujuan dokter, aku
putuskan untuk melakukannya sendiri.
Sambil menangani lukanya, aku bertanya apakah dia punya janji lain
hingga tampak terburu-buru. Lelaki tua itu menjawab tidak, dia hendak ke
rumah jompo untu makan siang bersama istrinya, seperti yang
dilakukannya sehari-hari. Dia menceritakan bahwa istrinya sudah dirawat
di sana sejak beberapa waktu dan istrinya mengidap penyakit Alzheimer.
Lalu kutanya apakah istrinya akan marah kalau dia datang terlambat. Dia
menjawab bahwa istrinya sudah tidak lagi dapat mengenalinya sejak 5
tahun terakhir. Aku sangat terkejut dan berkata, Dan Bapak masih pergi
ke sana setiap hari walaupun istri Bapak tidak kenal lagi? Dia tersenyum
ketika tangannya menepuk tanganku sambil berkata, Dia memang tidak
mengenali saya, tapi saya masih mengenali dia, kan?
Aku terus
menahan air mata sampai kakek itu pergi, tanganku masih tetap merinding,
Cinta kasih seperti itulah yang aku mau dalam hidupku.
Cinta
sesungguhnya tidak bersifat fisik atau romantis. Cinta sejati adalah
menerima apa adanya yang terjadi saat ini, yang sudah terjadi, yang akan
terjadi, dan yang tidak akan pernah terjadi.
Bagiku pengalaman
ini menyampaikan satu pesan penting: Orang yang paling berbahagia
tidaklah harus memiliki segala sesuatu yang terbaik mereka hanya berbuat
yang terbaik dengan apa yang mereka miliki. Hidup bukanlah perjuangan
menghadapi badai, tapi bagaimana tetap menari di tengah hujan.
- Rabu,24
- 0