Ibnul Jauzi menjelaskan dalam kitabnya Shoydul Al-Khathir:
فصل الغضب غلبة من الشيطان
Pasal tentang Kemarahan yang dikuasai oleh Syaithon
متى رأيت صاحبك قد غضب وأخذ يتكلم بما لا يصلح، فلا ينبغي أن تعقد على ما يقوله خنصراً، ولا أن تؤاخذه به.
فإن حاله حال السكران ، لا يدري ما يجري .
بل اصبر لفورته، ولا تعول عليها، فإن الشيطان قد غلبه، والطبع قد هاج، والعقل قد استتر.
ومتى أخذت في نفسك عليه، أو أجبته بمقتضى فعله كنت كعاقل واجه مجنوناً، أو كمفيق عاتب مغمى عليه. فالذنب لك.
بل انظر بعين الرحمة، وتلمح تصريف القدر له، وتفرج في لعب الطبع به. واعلم أنه إذا انتبه ندم على ما جرى، وعرف لك فضل الصبر.
وأقل الأقسام أن تسلمه فيما يفعل في غضبه إلى ما يستريح به.
وهذه الحالة ينبغي أن يتلمحها الولد عند غضب الوالد، والزوجة عند غضب
الزوج، فتتركه يشتفي بما يقول، ولا تعول على ذلك، فسيعود نادماً معتذراً.
ومتى قوبل على حالته ومقالته صارت العداوة متمكنة، وجازى في الإفاقة على ما فعل في حقه وقت السكر.
وأكثر الناس على غير هذه الطريق.
متى رأوا غضبان قابلوه بما يقول ويعمل، وهذا على غير مقتضى الحكمة؛ بل الحكمة ما ذكرته، {وَمَا يَعْقِلُهَآ إِلا ٱلْعَـٰلِمُونَ} .
kapan kamu lihat temanmu marah-marah, dan mulai mempengaruhinya dengan
perkataan yang tidak pantas, maka tidak sepatutnya kamu mengikatkan
kelingking atas apa yang dia ucapkan, dan jangan pula kamu mengambil
tindakan atas apa yang dia ucapkan.
sesungguhnya keadaanya seperti keadaan orang mabuk, tidak tahu apa yang dia lakukan.
tetapi bersabarlah atas goncangannya, dan jangan kamu kehilangan
kesabaran atas kemarahannya, sesungguhnya syaithon telah menguasainya,
dan tabiatnya tengah bergejolak dan akalnya telah tertutup.
dan
kapan keluar celaan dari dirimu kepadanya, atau dirimu menjawab dengan
sesuatu yang berkenaan dengan kemarahannya, maka jadilah kamu seperti
orang yang berhadapan dengan orang gila, atau seperti orang yang sadar
mencaci maki orang yang sedang pingsan. maka kesalahan layak disandarkan
kepadamu.
bahkan lihatlah dia dengan padangan kasih sayang,
dan menyindir dengan perasaan haru atas trgadi yang terjadi dalam
sandiwara tersebut sesuai ukuran kemarahan yang dia miliki, dan kamu
lepaskan dia dari permainan tabiat kemarahannya.
dan
ketahuilah,bahwasannya dia jika sudah sadar, dia akan menyesal atas apa
yang telah terjadi, dan mengetahui bahwa kamu memiliki keutamaan sabar.
paling tidak, kamu terima saja apa yang dia kerjakan ketika dia dalam keadaan marah hingga dia tenang dari kemarahannya.
dan ini adalah keadaan yang sepatutnya disarankan kepada anak ketika ayahnya marah, dan istri ketika suaminya marah.
maka membiarkannya akan menghentikannya dari apa yang dia ucapkan, dan
janganlah kamu kehilangan kesabaran atas hal itu, maka dia akan kembali
dalam keadaan menyesal dan meminta ma'af.
dan kapan menghadapi
keadaannya dan perkataannya, jadilah permusuhan menjadi tenang, dan dia
memberi penghargaan diwaktu sadar atas apa yang dia kerjakan dalam
haknya di waktu mabuk.
dan kebanyakan manusai tidak berjalan di atas jalan ini.
kapan mereka melihat orang marah, mereka menghadapinya dengan apa yang
dia ucapkan dan dia kerjakan, dan ini tidak sesuai dengan hikmah, tetapi
hikmah itu seperti apa yang aku sebutkan. dan tiada yang memahaminya
kecuali orang-orang yang berilmu
Source : Mumu Bsa. Kitab صيد الخاطر لابن الجوزي
- Rabu,31
- 0
- Rabu,31
- 0
Kisah Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Atsqolani dengan Yahudi Miskin
بعض
المؤرخين الذين تكلموا عن حياة الحافظ ابن حجر - رحمة الله - وكان قاضي
قضاة مصر في عهدة وكان إذا جاء إلى عمله يأتي بعربة تجرها الخيول أوالبغال
في موكب .
فمر ذات يوم برجل يهودي في مصر زيات - أي يبيع الزيت - وعادة
يكون الزيات وسخ الثياب , فجاء اليهودي فأوقف الموكب . وقال للحافظ ابن حجر
- رحمه الله - : إن نبيكم يقول : ( الدنيا سجن المؤمن وجنة الكافر) وأنت
قاضي قضاة مصر , وأنت في هذا الموكب وفي هذا النعيم , وأنا * يعني نفسه
اليهودي * في هذا العذاب وهذا الشقاء .
قال الحافظ ابن حجر- رحمه الله -
: أنا فيما أنا من الترف والنعيم يعتبر بالنسبة إلى نعيم الجنة سجناً ,
وأما أنت بالنسبة للشقاء الذي أنت فيه يعتبر بالنسبة لعذاب النار جنة .
فقال اليهودي : أشهد أن لاإله إلا الله وأشهد أن محمداً رسول الله . وأسلم .
موسوعة قصص السلف , أحمد سالم بادويلان .
Sebagian
Sejarawan membicarakan tentang kehidupan Al-Hafidz Ibnu Hajar RA, Ibnu
Hajar rahimahullah dulu adalah seorang hakim besar Mesir di masanya.
Beliau jika pergi ke tempat kerjanya berangkat dengan naik kereta yang
ditarik oleh kuda-kuda atau keledai-keledai dalam sebuah arak-arakan.
Pada
suatu hari beliau dengan keretanya melewati seorang yahudi Mesir. Si
yahudi itu adalah seorang penjual minyak. Sebagaimana kebiasaan tukang
minyak, si yahudi itu pakaiannya kotor. Melihat arak-arakan itu, si
yahudi itu menghadang dan menghentikannya. Si yahudi itu berkata kepada
Ibnu Hajar:
“Sesungguhnya Nabi kalian berkata: ” Dunia itu
penjaranya orang yang beriman dan surganya orang kafir. ” (HR. Muslim).
Namun kenapa engkau sebagai seorang beriman menjadi seorang hakim besar
di Mesir, dalam arak-arakan yang mewah, dan dalam kenikmatan seperti
ini. Sedang aku –yang kafir- dalam penderitaan dan kesengsaran seperti
ini.”
Maka Ibnu Hajar menjawab: “Aku dengan keadaanku yang penuh
dengan kemewahan dan kenimatan dunia ini bila dibandingkan dengan
kenikmatan surga adalah seperti sebuah penjara. Sedang penderitaan yang
kau alami di dunia ini dibandingkan dengan yang adzab neraka itu seperti
sebuah surga.”
Maka si yahudi itupun kemudian langsung
mengucapkan syahadat: “Asyhadu anlailaha illallah. Wa asyhadu anna
Muhammad rasulullah,” tanpa berpikir panjang langsung masuk Islam.
Dikutip
dari Kitab qishahs salaf ahmad salim badwilani dan juga terdapat dalam
kitab “Fathul Majid” bab sifat jaiz Allah karya Imam Nawawi Al Bantani.
Semoga mendapatkan Ibroh dari kisah ini...
Bahan Renungan:
Imam An-Nawawi menjelaskan hadits ini: “Dunia itu penjaranya orang yang beriman dan surganya orang kafir.”
مَعْنَاهُ
أَنَّ كُلّ مُؤْمِن مَسْجُون مَمْنُوع فِي الدُّنْيَا مِنْ الشَّهَوَات
الْمُحَرَّمَة وَالْمَكْرُوهَة ، مُكَلَّف بِفِعْلِ الطَّاعَات الشَّاقَّة ،
فَإِذَا مَاتَ اِسْتَرَاحَ مِنْ هَذَا ، وَانْقَلَبَ إِلَى مَا أَعَدَّ
اللَّه تَعَالَى لَهُ مِنْ النَّعِيم الدَّائِم ، وَالرَّاحَة الْخَالِصَة
مِنْ النُّقْصَان . وَأَمَّا الْكَافِر فَإِنَّمَا لَهُ مِنْ ذَلِكَ مَا
حَصَّلَ فِي الدُّنْيَا مَعَ قِلَّته وَتَكْدِيره بِالْمُنَغِّصَاتِ ،
فَإِذَا مَاتَ صَارَ إِلَى الْعَذَاب الدَّائِم ، وَشَقَاء الْأَبَد .
“Maknanya
bahwa setiap mukmin itu dipenjara dan dilarang di dunia ini dari
kesenangan-kesenangan dan syahwat-syahwat yang diharamkan dan dibenci.
Dia dibebani untuk melakukan ketaatan-ketaatan yang terasa berat. Jika
dia meninggal dia akan beristirahat dari hal ini. Dan dia akan berbalik
kepada apa yang dijanjikan Allah berupa kenikmatan abadi dan kelapangan
yang bersih dari cacat.
Sedangkan orang kafir, dia hanya akan
mendapatkan dari kesenangan dunia yang dia peroleh, yang jumlahnya
sedikit dan bercampur dengan keusahan dan penderitaan. Dan bila dia
telah mati, dia akan pergi menuju siksaan yang abadi dan penderitaan
yang selama-lamanya.”(Syarah Shohih Muslim No. 5256)
Maka
sepantasnya seorang mukmin bersabar atas hukum Allah dan ridha dengan
yang ditetapkan dan ditaqdirkan oleh Allah. Semoga kita diberi taufik,
kemudahan, dan al-afiat untuk menjalani kehidupan dunia ini. Aamiin