Kutipan‬ Rubrik Khaniqah Sufi - Imam al-Ghazali_ Ihyâ’ Ulumiddîn

Pernyataan Imam Hasan al-Bashri, pemuka sufi dari generasi Tabiin :
أَدْرَكْنَا أَقْوَاماً لَوْ رَأَيْتُمُوْهُمْ لَقُلْتُمْ مَجَانِيْنُ، وَلَوْ رَأَوْكُمْ لَقَالُوْا شَيَاطِيْنُ
Aku pernah semasa dengan beberapa orang (Sahabat Nabi ). Seandainya kalian melihat (tingkah laku) mereka, maka niscaya kalian akan berkata, “Mereka itu orang-orang gila.” Namun, seandainya mereka melihat (tingkah laku) kalian, maka niscaya mereka akan berkata, “Mereka itu tak ubahnya setan.”
Orang-orang saleh, seringkali tampak sangat aneh di mata masyarakat, karena kecenderungan, kesenangan, cara berpikir, dan tujuan hidupnya memang tidak sejalan dengan kecenderungan masyarakat secara umum. Karena itulah, Imam al-Ghazali, khususnya dalam Ihyâ’ Ulumiddîn, cukup sering mengutip sabda Nabi Muhammad :
أَكْثَرُ أَهْلِ الجَنَّةِ البُلْهُ
Yang paling banyak menghuni surga adalah orang-orang dungu. (HR al-Bazzar dari Anas bin Malik).
Dungu yang dimaksud di sini jelas sekali bukan dungu dalam semua hal. Imam al-Ghazali menyatakan, yang dimaksud oleh Rasulullah adalah dungu (lugu) dalam urusan duniawi. Orang yang paling mudah masuk surga adalah orang yang tidak terlalu menghiraukan kepentingan-kepentingan duniawinya; tidak marah jika haknya diambil oleh orang lain; tidak sedih jika ada hak miliknya hilang; tidak risau jika dia menjual dengan murah atau membeli dengan mahal; dan lain sebagainya. Biasanya, orang yang bertipe seperti ini, dalam pandangan masyarakat secara umum, dianggap sebagai orang yang dungu. Padahal, sejatinya mereka adalah orang-orang yang tidak memiliki hutang kesalahan kepada sesama manusia (al-haqq al-adami), justru orang lain yang memiliki banyak hutang kesalahan kepada dia. Orang yang mendatangi Hari Pembangkitan dengan status tidak memiliki hutang kesalahan kepada orang lain, berarti dia telah menginjakkan satu kakinya di surga.
___________________________________________
‪#‎Kutipan‬ Rubrik Khaniqah Sufi - Imam al-Ghazali_ Ihyâ’ Ulumiddîn.
#AnaPost_Sufi

Puasa Sunah Dzulhijjah ( Puasa Tarwiyah & ‘Arofah)



Puasa sunah untuk bulan Dzulhijjah (dalam kalender Islam), dilaksanakan 2 hari sebelum tanggal 10
Dzulhijjah (Idul Adha) atau biasa dikenal dengan lebaran haji yaitu tanggal 8 dan 9 Dzulhijjah. Tanggal 8 Dzulhijah dinamakan puasa Tarwiyah dan tanggal 9 Dzulhijah dinamakan puasa Arafah. Puasa sunah Tarwiyah dan Arafah sangat dianjurkan, agar kita dapat turut merasakan nikmatnya seperti yang dirasakan oleh para jama'ah haji.
Puasa Arafah adalah puasa yang dilaksanakan pada hari Arafah yakni pada tanggal 9 Dzulhijjah yaitu hari pada saat jama'ah haji melakukan wukuf di padang Arafah.
Puasa Tarwiyah adalah puasa yang dilaksanakan pada hari tarwiyah yakni 8 Dzulhijjah, hari sebelum hari wukuf.

Adapun keutamaan puasa sunah Tarwiyah (8 Dzulhijjah) dan 'arafah (9 Dzulhijjah) berdasarkan beberapa hadist adalah:
1. Puasa Tarwiyah dapat menghapus dosa satu tahun silam yang telah terlewati.
2. Sedangkan puasa hari 'arafah memiliki keutamaan yaitu dapat menghapus dosa dua tahun (1 tahun lalu dan 1 tahun yang akan datang)
صَوْمُ يَوْمِ عَرَفَةَ يُكَفِّرُ سَنَتَيْنِ مَاضِيَةً وَمُسْتَقْبَلَةً وَصَوْمُ عَاشُوْرَاَء يُكَفِّرُ سَنَةً مَاضِيَةً
“Puasa hari Arafah menebus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang dan puasa Asyura (10 Muharram) menebus dosa setahun yang telah lewat” . (HR Ahmad, Muslim dan Abu Daud dari Abi Qotadah)
DO'A NIAT PUASA TARWIYAH
نويت صوم ترويه سنة لله تعالى 
NAWAITU SAUMA TARWIYAH SUNNATAN LILLAHI TA'ALAH
“ Saya niat puasa Tarwiyah, sunnah karena Allah ta'ala”

DO'A NIAT PUASA ARAFAH
نويت صوم عرفة سنة لله تعالى
NAWAITU SAUMA ARAFAH SUNNATAN LILLAHI TA'ALAH
“ Saya niat puasa Arafah , sunnah karena Allah ta'ala"
Bagi kaum Santri yang mempunyai tanggungan puasa Ramadhan juga disarankan untuk mengerjakannya pada hari Arafah ini, atau hari-hari lain yang disunnahkan untuk berpuasa. Maka ia akan mendapatkan dua pahala sekaligus, yakni pahala puasa wajib (qadha puasa Ramadhan) dan pahala puasa sunnah. :
يُعْلَمُ أَنَّ اْلأَفْضَلَ لِمُرِيْدِ التَطَوُّعِ أَنْ يَنْوِيَ اْلوَاجِبَ إِنْ كَانَ عَلَيْهِ وَإِلَّا فَالتَّطَوُّعِ لِيَحْصُلَ لَهُ مَا عَلَيْهِ
Diketahui bahwa bagi orang yang ingin berniat puasa sunnah, lebih baik ia juga berniat melakukan puasa wajib jika memang ia mempunyai tanggungan puasa, tapi jika ia tidak mempunyai tanggungan (atau jika ia ragu-ragu apakah punya tanggungan atau tidak) ia cukup berniat puasa sunnah saja, maka ia akan memperoleh apa yang diniatkannya.






Dalam Genggaman Kasih





Setahun berlalu, nuansa itu masih sama tak berubah
Khayalan semu yang menjalar di hati seolah terkoyak 
oleh keegoisan yang meluluh rantahkan kasih
Haruskah bibir ini bungkam sebagai isyarat ketidak pedulian diri?
Menanti jawaban atas penantian yang tak pasti kapan akan berakhir
Tangan ini membeku, 
sejalan dengan dinginnya hatiku menjemput bayang wajahmu
Senyuman itu, 
Aku lupa bagaimana cara tersenyum!
Disaat nestapa menghentak diri yang rapuh
Hanya air mata yang bisa menghiasi luka
Ajarkan Aku bagaimana memajang tawa
Saat duka lara hanya bisa menjadi alas atas keangkuhan hati yang terus menepi
Ajarkan Aku bagaimana menghapus air mata
Saat bulir bahagia mampu mengganti dekapan keji yang setia menemani
Detik ini, kasih enggan menampakkan keramahan pada diri
Genggamannya seolah merenggang bersama waktu yang berusaha memisahkan kita
Ajarkan Aku bagaimana menghancurkan tembok pendusta
Yang selalu bertopeng bijak pada tipu muslihat
Dimana keadilan kasih yang akan diberi?
Kala detik berputar menunjukkan betapa kejam si ego hati
Ajarkan Aku, bagaimana caranya tersenyum?
Saat bibir telah membeku oleh dinginnya hati yang tak seperti ku kenal dulu
Ajarkan Aku, tuk terus bertahan dalam genggaman kasih yang ingin selalu ku ingin
Dalam genggaman kedamaian yang tak ingin ku akhiri


011014

Copyright © / CATATAN ANA SANTRI

Template by : Urang-kurai / powered by :blogger